Martabak, Lepat Pisang, dan Restu


senja kali ini
aku mandi lebih cepat
menutup siang menyambut malam 
menjengkal hati dan kaki
mengukur lebar mulut dan telinga 

seperti biasa

senja awal dari pejumpaan dengan Tuhan di hari baru
menengadah muka serta telapak tangan
meminta semua isi bumi
melunakkan hati 

"Ya Robb. Aku sering bermain lumpur dunia"

para penikmat senja 
mengakui kesalahan pada yang maha besar
menghinakan diri bersama sajadah tua

"Assalamualaikum"

tanda akhir sebuah perjumpaan
untuk perjumpaan baru selanjutnya
meniti jalan
menikmati suasana malam yang semakin pekat 

riuh kota bertuah, penjual kaki lima, penikmat kopi, apapun itu meramikan jalan
menebarkan rasa pada pohon jalanan
dan diri sendiri

lurus ke depan
dengan ragu-ragu
menepuk dada
mengukur retorika 

"aku akan berjumpa dengan orang lama dan baru"

deru angin malam
menyelinap ke jaket kulit
memeluk erat dada yang sesak
hingga malam semakin pekat

"Aku akan pulang, jika martabakku tidak dimakan!"

dan akhirnya 
aku mendapatkan kata 
restu
dari hati yang mungkin ragu-ragu;
ragu ke pada diri sendiri atau kepada dinding yang mulai lapuk

"Pakek tepung buk?"

lepat pisang mulai dihaluskan
bersama pemuda yang tertunduk; 
senyum sumringah;
dan sejarah yang diulang-ulang

itu...

Muliono hh
2020

Reações:

Posting Komentar

0 Komentar