seperti biasa
sembari menikmati kopi hitam buatanku
ditemani tumpukkan buku
aku sering
mengamati pelukis masa depan
sedang berkelana bersama calon generasi dunia
mengabarkan hal-hal baru
menikmati pengetahuan dari buku dan semesta
saut-sautan suara menghidupkan kelas itu
"ana tau"
"yah.."
"ehh..ana tau, tapi susah mengungkapkannnya"
"sudah..sudah..terimakasih semuanya"
"kalian pintar"
"ana lagi"
"dia terus?"
"ada yang lain yang bisa menyempurnakan"
"ya. bagus. tepuk tangan untuk kita semua dan untuk Tuhan"
itu adalah kelas yang hidup
namun ada juga kelas yang mati
hanya menatap tulisan di papan tulis
yang berasal dari spidol tua
kemudian
lalu
dengan tulisan itu
anak-anak yang ramai itu
disuruh untuk menaklukkan dunia
menyebarangi lautan
memindahkan gunung
dan
harus mampu berdiri dengan satu kaki selama waktu yang tak ditentukan
tapi,
pelukis tetaplah pelukis
tak ada lukisan yang sia-sia
setiap goresan cat dan tinta
yang sudah jatuh di wadahnya
dengan perpaduan warna
semuanya
akan
tetap
unik
dan
cantik
jika kita menikmatinya dengan sudut yang berbeda
... di sudut kelas itu
ada yang lebih penting daripada mengamati;berkelana;membaca puisi;menaklukkan dunia;
yaitu mengenali nama sendiri; dalam tulisan dan cerita orang-orang...
Muliono hh
2019
0 Komentar