"LEMBAGA SURVEY" ANTI HOAX

El Wahyudi Panggabean (Direktur Pjcnews.com)
Sumber: Facebook Pribadi

By : El Wahyudi Panggabean
            www.pjcnews.com

"Coba buka catatan di Langit. Di sana, kusimpan Kebenaran... (Ebiet G Ade: Isu).

Seorang Ksatria, yang sudah lama menghilang, tiba-tiba menghadap Sang Raja. Terjadilah dialog singkat:

"Dari mana saja Engkau, wahai Ksatria," tanya Raja.

"Aku baru saja menghancurkan musuh-musuhmu di Perbatasan Timur, Paduka," jawab Ksatria.

"Wowww! Aku 'kan tak punya musuh di Perbatasan Timur?!" Sang Raja, heran.

"Yah, sekarang sudah ada," jawab Ksatria.

Selama ini ada premis negatif di kalangan segelintir Jurnalis: "Jika tidak ada 'berita' yah, Wartawan mesti menciptakannya".

Atau, jika berita kurang greget, modifikasi agar lebih menarik minat pembaca.

Tetapi, hari ini, sekitar 80 ribu wartawan Indonesia, tidak lagi menulis untuk pembaca. Justru semata untuk menarik perhatian: Google.

Karena, informasi yg disajikan melalui "agent" itulah agaknya, esensi humanis & nilai kebenaran acap terabaikan.

Di area Medsos, facebooker Indonesia melejit di atas angka 125 juta. Bayangkan, jika 10 persen saja aktif menulis status, setiap hari. 

Dari angka ini, bisa dicermati penyebaran virus (viral) begitu dahsyat menyasar benak masyarakat kita.

Manakala rakyat Indonesia tengah khusuk memilih pigur pemimpin terbaik, justru syetan-syetan Hoax (baca:hox) sudah lebih dulu bersemayam di smartphone. Di genggaman kita.

Jika virus informasi sudah merasuk dalam, mata hati: buta. Agama menjadi legitimasi keangkuhan.

Perdebatan, pertikaian, perseteruan menjadi sahih. Padahal: "Siapa yang meninggalkan perdebatan, Tuhan menjanjikan baginya istana di syurga," (Al-Hadis).

Menghormati sesama karena berbeda pilihan jauh lebih arif dibanding hak pilih yang diburu "Penguasa" dari publik.

Saling menghormati, adalah warisan  peradaban ummat manusia. Hak asasi yang dilegitimasi secara religius sebagai perekat harmoni kehidupan.

Tetapi, hak untuk menghujat juga lahir dari hati. Kebencian dan kejengkelan terhadap seseorang, mengemuka setelah suatu informasi  diterjemahkan alam pikiran kita.

Kondisi pikiran inilah kemudian yang berperan besar sebagai filter sebelum kata terucap atau tergoreskan.

Bagi orang-orang yang pikirannya distorsif, biasanya, akan berkhotbah atas nama Tuhan, agama atau label-label religius. 

Ada kalanya, hujatan terkesan "memaksakan". Toh, semua itu mengemuka sebagai perwujudan kondisi pikiran seseorang.

Jadi, bagi teman yang hari ini, mengemban profesi jurnalis, mari berkolaborasi mendinginkan mesin politik lewat ujung senjata (pena) di jemari kita.

Ukirlah "Pesona Indonesia" saat publik membaca berita dan tulisan buah karyamu lewat kifrah profesi tercinta.

Teruslah menulis yamg mendamaikan tentang kebenaran. Hanya dengan itu, penyebaran virus hoax ini bisa diperlambat.

Karena lembaga survey yang sesungguhnya, anti Hoax, 'server'nya ada di "Langit". 

Catatan tentang kebenarannya, baru dibukakan Tuhan di Hari Perhitungan, kelak..Alllohu A'lam...***
Reações:

Posting Komentar

0 Komentar