Akan Kupertahankan Jilbabku Sampai Mati

Terik mentari membakar. Fatamorgana terlihat jelas dari kejauhan. Seperti sungai kecil yang berada di tengah jalan. Tapi, itu hanya bayangan cahaya yang membentuk bayangan air yang palsu. Sangat panas. Daerah gurun pasir yang jarang ditumbuhi tanaman. Hanya ada bukit-bukit pasir. Ruamahpun jarang ditemui. Nampaknya, Semua orang enggan menyusuri jalan itu.

Tetapi, berbeda dengan seorang perempuan tinggi sedang dengan baju kurung serta jilbab yang dalam berwarna hitam, lengkap dengan cadarnya, dengan semangat dia menyelami jalan itu. Seorang guru lulusan dari universitas ternama di kota tersebut. Dia baru saja pulang dari sekolah tempat dia mengajar. Tempatnya pelosok yang muridnya hanya 5 orang. Maklum, daerah tersebut belum tersentuh sama sekali pendidikan akibat konflik yang tak berkesudahan. Dengan ikhlas setiap hari dia menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam.
Tidak ada kendaraan. Dengan kaki telanjang dan alas kaki seadanya. Berjalan di atas kerikil tajam. Hal itu tak membuat semangatnya luntur untuk mencerdaskan anak bangsa. 
Hari itu sedikit berbeda dengan biasanya. Ada yang mengganjal di fikirannya. Seperti ada yang mengikuti saat pulang mengajar. Hampir satu jam perjalanan dia terus waspada. Sesekali melihat kebelakang, memastikan tidak ada yang membututinya. Benar saja, di separuh perjalanan dia melihat dari kejauhan kerumunan tentara, lengkap dengan Tank perang sedang melawan arah jalannya.
Dia mengkhawatirkan ada yang mengkuti dari belakang tapi, malah di depan musuh itu muncul. Sudah hampir 5 tahun dia melewati jalan itu, tak pernah dia temui tentara ataupun orang lain, tapi saat itu dia heran kenapa ada mereka. Tentra zionis israel. Dalam hatinya bergumam, mungkin saja wilayah tersebut sudah jatuh ketangan mereka.
Dia pelankan langkahnya, sambil berdoa kepada Allah Swt supaya tentara zionis itu tak mengganggunya. Jarak 10 Meter, tentara itu mulai meliriknya. Jumlah mereka ada sekitar sepuluh. Ada delapan orang yang berjalan kaki, duanya mengemudikan Tank tersebut.
Salah satu dari mereka dengan tubuh yang tegap dan senapan yang besar, mulai mendekati perempuan bercadar itu.
"Siapa kamu?" Tanya salah seorang tentara tanpa basa basi.
Perempuan itu tidak menjawab, dia meneruskan langkah sambil menundukan pandangannya. Tentara yang lain mulai mencegatnya dari depan. Dia terpaksa menghentikan langkahnya. Hatinya bedegup kencang. Situasi yang tak pernah ia alami sebelumnya. Apa yang harus aku lakukan fikirnya. Dia mengalihkan arah langkahnya tapi, tentara yang lain tidak tinggal diam, mereka menutupi setiap pergerakannya.
Tentara yang menanya tadi, mendekat lagi.
"kamu siapa, kenapa tidak menjawab pertanyaan ku?" mengulang perkataannya tadi
"Aku Ainul Mardiah. Aku seorang guru. Aku hendak pulang. Tolong jangan ganggu aku," jawabnya dengan jelas.
Tentara tadi terkekeh. Meremehkan ucapannya.
"Ini wilayah kami. Kami yang berkuasa di sini. Siapa yang melewati jalan ini, harus izin sama kami semua," tuturnya dengan berteriak kecil sambil menunjuk muka si perempuan itu.
Ketakutannya mulai memudar setelah mendengar pengakuan tentara itu bahwa wilayah tersebut adalah daerah kekuasaanya.
"Aku sudah 5 tahun melewati jalan ini. Tak pernah ku temukan kalian. Ini wilayah kami. Tanah yang di berikan Allah kepada kami. Kalian hanya pencuri, pencuri yang mengambil hak kami," ujar perempuan itu dengan lantang.
Mendengar ucapan yang tegas itu, wajah tentara tadi sontak berubah merah. Kemarahannya tidak tertahan.
"Lancang sekali kamu. Negara mu sudah kalah. Baru saja kami membombardir dengan kekuatan penuh," ujarnya dengan suara tinggi
"Tidak mungkin. Allah melindungi Negara kami. Kalian akan mendapat azab dari Allah," tutur sang wanita
Kesal dengan perkataan wanita itu, tentara yang lain mendorongnya hingga terjatuh. Dia jatuh ditumpukan pasir dan kerikil kecil. Tersungkur, jilbannya penuh pasir. Di bersihkannya dengan tangan, pasir yang melekat di bajunya.
"Kamu hanya seorang diri. Jaga ucapan mu. Bagaimana kalau kami membunuhmu. Tidak akan ada yang bisa menolong," ucap tentara yang mendorong tadi
Tentara yang berada di dalan Tank keluar mendengar keributan yang terjadi. Salah satu dari mereka adalah pimpinan mereka. Dia mendengar dari tadi keributan yang, tapi anggotanya tidak bisa menyelasaikan masalah yang terjadi. Tentara yang lain sudah mengacungkan senapan tepat di kening Ainul. Melihat hal itu, pimpinan mereka menyuruh untuk menghentikan tindakan mereka. Senapan ditarik kembali.
"Saya sudah mendengar dari dalam. Aku sangat menghargai seorang guru. Jadi saya ampuni kamu. Silahkan pulang," ucap kapten
"Tapi kapten," tentara yang lain menyangga
"Diam! Saya pimpinan kalian. Guru yang membuat kita jadi seperti ini. Menjadi seorang tentara yang kuat." memotong perkataan tentara tadi.
"Tapi, ada syaratnya. Kamu harus melepaskan cadar dan jilbabmu. Jika tidak mau, anggotaku yang akan menyelsaikan masalah ini," gertaknya sambil terkekeh.
Ternyata dia memberikan ampunan hanya di mulut saja. Ada maksud teraselubung dari kebaikannya. Dia hendak melecehkan perempuan itu dengan menyuruh melepaskan jilbab yang menutupi kepala Ainul. Jilbab yang terpasang semenjak dia baligh. Tentara itu tau, bahwa mahkota perempuan Islam adalah auratnya. Aurat yang wajib ditutup oleh semua muslimah yang ada di muka bumi ini. Dia hendak menanggalkan mahkota itu.
Tapi, Ainul adalah perempuan yang berbeda. Imannya kuat dan memiliki pendirian yang kuat. Jika sudah berurusan dengan kezaliman, dia tidak akan gentar sedikitpun.
"Demi Allah. Aku tidak akan melepaskan jilbabku ini. Lebih baik aku mati melawan kalian semua dari pada aku menuruti keinginan kalian," tuturnya dengan tegas tanpa gentr sedikitpun.
Mendengar itu, sang kapten sontak terkejut. Dia tak mengira akan kluar perkataan semacam itu. Dia megira, perempuan tadi akan menurut. Karena dia hanya sendiri.
"Ooo, kamu melawan ternyata," ujar sang kapten
Lalu sang kapten menarik jilbabnya. Dengan sekuat tenaga dia bertahan. Tapi, apa la daya kekutan perempuan tak seberapa. Cadaranya terlepas. Nampak wajahnya yan putih bersih, tak ada satupun penyakit kulit menyentuh wajahnya. Semua tentara tertawa melihat kajadian itu. Tak hanya sampai di situ, tentara yang lain juga ikut menarik jilbabnya, sampai nampak rambut keningnya.

Sekuat tenaga Ainul bertahan. Bercucuran air mata, dia mencoba bertahan dengan kekutan yang ada. Genggaman pasir yang berada ditanganya dia leparkan ke arah tentara itu. Sontak tentara itu menjauh karena semburan pasir mengenai matanya.Kejadian itu, membuat semua tentara sangat marah. Mata sang kapten menjadi nanar.  Kapten mengambil pistol. Mengarahkan ke  Ainul. 
Ainul bertahan dengan jilbabnya. Dia memperbaiki jilbab yang hampir terlepas. 

"Ini peringatan terkahir. MATI atau kau lepas jilbabmu," ancam sang kapten.
"Bunuh saja aku. Aku bertawakal kepada Allah. Aku tidak akan menuruti keinginan orang kafir," Ainul majawab
"Ternyata kamu orang yang keras kepala. Pergilah ke neraka,"
"Insya Allah surga menantiku," ujar ainul dengan tegar.
Sang kapten tak tahan lagi menghadapi perempuan itu. Tentara yang lain menyoraki untuk menyudahi masalah itu.
"Bunuh saja dia" ujar tentara yang lain
Sang kapten mengarahkan tepat di kepala Ainul. Ketikan hendak menarik pelatuk, pistol tersebut tiba-tiba tersendat. Peluru tertahan. Tak keluar dari batang pistol. Dia mengulang lagi menarik pelatuk, tapi tetap sama. Sang kapten kesal, lalu mengambil senapan besar yang ada di tangan anak buahnya. Tanpa pikir panjang, Dia langsung mengarahkan ke Ainul dan menarik pelatuk. Kajadian serupa terjadi. Peluru tertahan organ senapan tak berfungsi. 

Pertolongan Allah Swt tiba kepada wanita beriman itu. Semua senjata tak berfungsi. Allah menunjukan kebesarannya. Semua tentara heran, saling tatap satu sama lain. Ada apa ini? Pikir mereka. Seketika itu, langit menjadi gelap. Angin menerpa wajah mereka, menerbangkan pasir dan menggulung. Dari kejauhan nampak seorang baju putih menuju ke arah mereka. Dengan pedang yang panjang, dengan cepat orang baju putih itu menyambar semua tentara itu dengan pedangnya. Semua seketika tergeletak tak bernyawa. Itulah bentuk pertolongan Allah.
"Segerahlah pulang. Jaga keimanan mu sampai ajal menjemputmu. Selalu Istiqomah di jalan Allah," pesan lelaki bersorban putih itu.
Lelaki itu menghilang bersamaan selesainya pesan yang diberikan. Ainul lalu mengambil cadar yang terlepas dan bergegas pergi.
"Alhamdulillah. Terimaksih ya Allah atas pertolonganmu. Jadikan Hamba yang selalu bersyukur atas nikmat mu" ujar Ainul beroda kepada Allah.

Penulis : Muliono Ns
FB        : Muliono
IG         : Muliono21
Reações:

Posting Komentar

0 Komentar