Tetapi, berbeda dengan seorang perempuan tinggi sedang dengan baju
kurung serta jilbab yang dalam berwarna hitam, lengkap dengan cadarnya,
dengan semangat dia menyelami jalan itu. Seorang guru lulusan dari
universitas ternama di kota tersebut. Dia baru saja pulang dari sekolah
tempat dia mengajar. Tempatnya pelosok yang muridnya hanya 5 orang.
Maklum, daerah tersebut belum tersentuh sama sekali pendidikan akibat
konflik yang tak berkesudahan. Dengan ikhlas setiap hari dia menempuh
perjalanan lebih kurang 3 jam.
Tidak ada kendaraan. Dengan kaki telanjang dan alas kaki seadanya.
Berjalan di atas kerikil tajam. Hal itu tak membuat semangatnya luntur
untuk mencerdaskan anak bangsa.
Hari itu sedikit berbeda dengan biasanya. Ada yang mengganjal di
fikirannya. Seperti ada yang mengikuti saat pulang mengajar. Hampir satu
jam perjalanan dia terus waspada. Sesekali melihat kebelakang,
memastikan tidak ada yang membututinya. Benar saja, di separuh
perjalanan dia melihat dari kejauhan kerumunan tentara, lengkap dengan
Tank perang sedang melawan arah jalannya.
Dia mengkhawatirkan ada yang mengkuti dari belakang tapi, malah di depan
musuh itu muncul. Sudah hampir 5 tahun dia melewati jalan itu, tak
pernah dia temui tentara ataupun orang lain, tapi saat itu dia heran
kenapa ada mereka. Tentra zionis israel. Dalam hatinya bergumam, mungkin
saja wilayah tersebut sudah jatuh ketangan mereka.
Dia pelankan langkahnya, sambil berdoa kepada Allah Swt supaya tentara
zionis itu tak mengganggunya. Jarak 10 Meter, tentara itu mulai
meliriknya. Jumlah mereka ada sekitar sepuluh. Ada delapan orang yang
berjalan kaki, duanya mengemudikan Tank tersebut.
Salah satu dari mereka dengan tubuh yang tegap dan senapan yang besar, mulai mendekati perempuan bercadar itu.
"Siapa kamu?" Tanya salah seorang tentara tanpa basa basi.
Perempuan itu tidak menjawab, dia meneruskan langkah sambil menundukan
pandangannya. Tentara yang lain mulai mencegatnya dari depan. Dia
terpaksa menghentikan langkahnya. Hatinya bedegup kencang. Situasi yang
tak pernah ia alami sebelumnya. Apa yang harus aku lakukan fikirnya. Dia
mengalihkan arah langkahnya tapi, tentara yang lain tidak tinggal diam,
mereka menutupi setiap pergerakannya.
Tentara yang menanya tadi, mendekat lagi.
"kamu siapa, kenapa tidak menjawab pertanyaan ku?" mengulang perkataannya tadi
"Aku Ainul Mardiah. Aku seorang guru. Aku hendak pulang. Tolong jangan ganggu aku," jawabnya dengan jelas.
Tentara tadi terkekeh. Meremehkan ucapannya.
"Ini wilayah kami. Kami yang berkuasa di sini. Siapa yang melewati jalan
ini, harus izin sama kami semua," tuturnya dengan berteriak kecil
sambil menunjuk muka si perempuan itu.
Ketakutannya mulai memudar setelah mendengar pengakuan tentara itu bahwa wilayah tersebut adalah daerah kekuasaanya.
"Aku sudah 5 tahun melewati jalan ini. Tak pernah ku temukan kalian. Ini
wilayah kami. Tanah yang di berikan Allah kepada kami. Kalian hanya
pencuri, pencuri yang mengambil hak kami," ujar perempuan itu dengan
lantang.
Mendengar ucapan yang tegas itu, wajah tentara tadi sontak berubah merah. Kemarahannya tidak tertahan.
"Lancang sekali kamu. Negara mu sudah kalah. Baru saja kami membombardir dengan kekuatan penuh," ujarnya dengan suara tinggi
"Tidak mungkin. Allah melindungi Negara kami. Kalian akan mendapat azab dari Allah," tutur sang wanita
Kesal dengan perkataan wanita itu, tentara yang lain mendorongnya hingga
terjatuh. Dia jatuh ditumpukan pasir dan kerikil kecil. Tersungkur,
jilbannya penuh pasir. Di bersihkannya dengan tangan, pasir yang melekat
di bajunya.
"Kamu hanya seorang diri. Jaga ucapan mu. Bagaimana kalau kami
membunuhmu. Tidak akan ada yang bisa menolong," ucap tentara yang
mendorong tadi
Tentara yang berada di dalan Tank keluar mendengar keributan yang
terjadi. Salah satu dari mereka adalah pimpinan mereka. Dia mendengar
dari tadi keributan yang, tapi anggotanya tidak bisa menyelasaikan
masalah yang terjadi. Tentara yang lain sudah mengacungkan senapan tepat di kening Ainul.
Melihat hal itu, pimpinan mereka menyuruh untuk menghentikan tindakan
mereka. Senapan ditarik kembali.
"Saya sudah mendengar dari dalam. Aku sangat menghargai seorang guru. Jadi saya ampuni kamu. Silahkan pulang," ucap kapten
"Tapi kapten," tentara yang lain menyangga
"Diam! Saya pimpinan kalian. Guru yang membuat kita jadi seperti ini.
Menjadi seorang tentara yang kuat." memotong perkataan tentara tadi.
"Tapi, ada syaratnya. Kamu harus melepaskan cadar dan jilbabmu. Jika
tidak mau, anggotaku yang akan menyelsaikan masalah ini," gertaknya
sambil terkekeh.
Ternyata dia memberikan ampunan hanya di mulut saja. Ada maksud
teraselubung dari kebaikannya. Dia hendak melecehkan perempuan itu
dengan menyuruh melepaskan jilbab yang menutupi kepala Ainul. Jilbab
yang terpasang semenjak dia baligh. Tentara itu tau, bahwa mahkota perempuan Islam adalah auratnya. Aurat
yang wajib ditutup oleh semua muslimah yang ada di muka bumi ini. Dia
hendak menanggalkan mahkota itu.
Tapi, Ainul adalah perempuan yang berbeda. Imannya kuat dan memiliki
pendirian yang kuat. Jika sudah berurusan dengan kezaliman, dia tidak
akan gentar sedikitpun.
"Demi Allah. Aku tidak akan melepaskan jilbabku ini. Lebih baik aku mati
melawan kalian semua dari pada aku menuruti keinginan kalian," tuturnya
dengan tegas tanpa gentr sedikitpun.
Mendengar itu, sang kapten sontak terkejut. Dia tak mengira akan kluar
perkataan semacam itu. Dia megira, perempuan tadi akan menurut. Karena
dia hanya sendiri.
"Ooo, kamu melawan ternyata," ujar sang kapten
Lalu sang kapten menarik jilbabnya. Dengan sekuat tenaga dia bertahan.
Tapi, apa la daya kekutan perempuan tak seberapa. Cadaranya terlepas.
Nampak wajahnya yan putih bersih, tak ada satupun penyakit kulit
menyentuh wajahnya. Semua tentara tertawa melihat kajadian itu. Tak hanya sampai di situ,
tentara yang lain juga ikut menarik jilbabnya, sampai nampak rambut
keningnya.
Sekuat tenaga Ainul bertahan. Bercucuran air mata, dia mencoba bertahan dengan kekutan yang ada. Genggaman pasir yang berada ditanganya dia leparkan ke arah tentara itu. Sontak tentara itu menjauh karena semburan pasir mengenai matanya.Kejadian itu, membuat semua tentara sangat marah. Mata sang kapten menjadi nanar. Kapten mengambil pistol. Mengarahkan ke Ainul.
Sekuat tenaga Ainul bertahan. Bercucuran air mata, dia mencoba bertahan dengan kekutan yang ada. Genggaman pasir yang berada ditanganya dia leparkan ke arah tentara itu. Sontak tentara itu menjauh karena semburan pasir mengenai matanya.Kejadian itu, membuat semua tentara sangat marah. Mata sang kapten menjadi nanar. Kapten mengambil pistol. Mengarahkan ke Ainul.
Ainul bertahan dengan jilbabnya. Dia memperbaiki jilbab yang hampir terlepas.
"Ini peringatan terkahir. MATI atau kau lepas jilbabmu," ancam sang kapten.
"Bunuh saja aku. Aku bertawakal kepada Allah. Aku tidak akan menuruti keinginan orang kafir," Ainul majawab
"Ternyata kamu orang yang keras kepala. Pergilah ke neraka,"
"Insya Allah surga menantiku," ujar ainul dengan tegar.
Sang kapten tak tahan lagi menghadapi perempuan itu. Tentara yang lain menyoraki untuk menyudahi masalah itu.
"Bunuh saja dia" ujar tentara yang lain
Sang kapten mengarahkan tepat di kepala Ainul. Ketikan hendak menarik
pelatuk, pistol tersebut tiba-tiba tersendat. Peluru tertahan. Tak
keluar dari batang pistol. Dia mengulang lagi menarik pelatuk, tapi
tetap sama. Sang kapten kesal, lalu mengambil senapan besar yang ada di
tangan anak buahnya. Tanpa pikir panjang, Dia langsung mengarahkan ke
Ainul dan menarik pelatuk. Kajadian serupa terjadi. Peluru tertahan
organ senapan tak berfungsi.
Pertolongan Allah Swt tiba kepada wanita beriman itu. Semua senjata tak berfungsi. Allah menunjukan kebesarannya. Semua tentara heran, saling tatap satu sama lain. Ada apa ini? Pikir mereka. Seketika itu, langit menjadi gelap. Angin menerpa wajah mereka, menerbangkan pasir dan menggulung. Dari kejauhan nampak seorang baju putih menuju ke arah mereka. Dengan pedang yang panjang, dengan cepat orang baju putih itu menyambar semua tentara itu dengan pedangnya. Semua seketika tergeletak tak bernyawa. Itulah bentuk pertolongan Allah.
"Segerahlah pulang. Jaga keimanan mu sampai ajal menjemputmu. Selalu
Istiqomah di jalan Allah," pesan lelaki bersorban putih itu.
Lelaki itu menghilang bersamaan selesainya pesan yang diberikan. Ainul lalu mengambil cadar yang terlepas dan bergegas pergi.
"Alhamdulillah. Terimaksih ya Allah atas pertolonganmu. Jadikan Hamba
yang selalu bersyukur atas nikmat mu" ujar Ainul beroda kepada Allah.
Penulis : Muliono Ns
FB : Muliono
IG : Muliono21
Penulis : Muliono Ns
FB : Muliono
IG : Muliono21
0 Komentar