“Huaaaa”
Nafas ku tersengal-tersengal. Semenit kemudian aku tersadarkan bahwa tadi, aku hanya bermimpi.
“Alhamdulillah, cuma mimpi.”
Aku mengelus dada. Terbayang wajah paus hitam putih yang mau menerkam ku di mimpi tadi. Ntah bagaimana bisa aku bermimpi tenggelam di dasar laut dan bertemu dengan paus besar bewarna hitam putih. Bulu kuduk ku mulai merinding. Hih, untung saja hanya mimpi.
Matahari sudah tegak di atas kepala, beberapa jam kemudian ia mulai tergelicir ke arah barat, dan beberapa jam kemudian matahari sudah bersembunyi di ufuk barat. Aku, masih memikirkan mimpi ku tadi malam. Sejak hari itu, setiap melihat apapun yang bewarna hitam putih, aku takut, Karena yang terbayang adalah wajah si ikan paus.
Siang itu di meja makan,
“Ibu”
“Iya”
“Aku takut”
“Takut apa?”
“Takut sama ikan paus”
Seketika semua tatapan mata orang-orang yang berada di meja makan mengarah kepada ku. Aku bisa melihat tatapan kakak ku yang mulai ingin mengeluarkan kikikan nya untuk menertawakan ku.
“Wkwkwkwkwkwkwk”
Kan benar, dia menertawakan ku. Ibu hanya tersenyum dan sedikit tertawa.
“Kenapa kok tiba-tiba ngomongin takut sama ikan paus?” tanya ibu.
“Hm, karna tadi malam aku mimpi di terkam ikan paus” jawab ku.
“Oalah, itu kan hanya mimpi. Lagian kapan juga bisa ketemu paus. Toh rumah kita jauh dari laut.” Kata Ayah ingin menenangkan ku.
“Lagian ada-ada saja kamu Nana, mikirin apa sebelum tidur kok bisa sampai mimipiin ikan paus haha” celoteh kakak ku.
Aku hanya menyungutkan muka. Hmm, aku pun heran, kenapa aku jadi kepikiran kayak gini. Aku sudah mencoba mengalaih-alihkan pikiran, tetapi tetap saja wajah paus itu terbayang di benak ku. Yang membuat aku makin kesal, semenjak aku cerita tentang mimpi ku di meja makan, Kakak ku mulai usil kepada ku. Setiap Dia melihat gambar paus hitam putih, dia akan langsung mencari ku dan menakut-nakuti ku. Aku yang benar-benar takut langsung lari terbirit-birit. Hah, menyebalkan.
Sudah 2 tahun berlalu, sudah 2 tahun pula list fobia ku bertambah satu, takut dengan ikan paus bewarna hitam putih.
Liburan semester telah tiba. Ayah dan Ibu mengajak aku dan Kak Salsa untuk berlibur ke kampung halaman Ayah yang berada di selatan kota ku tinggal. Aku sangat senang, karna bisa bertemu dengan saudara-saudara sepupu ku yang berada di kampung.
“Nan” sapa sepupu ku Yana
“Hai Yan, udah lama gak ketemu sama kamu” jawab ku girang dan memeluk sepupu ku sambil melepas rindu
“Hari ini kita mau jalan-jalan ke mana?” tanya Yana yang kini menuntunku ke kamar tempat aku dan dan kak Salsa akan tidur
Aku menghela nafas “Ya ampun Yan, aku kan baru nyampe dan capek banget, ya aku istirahat dulu lah”
Yana yang mendengar perkataan hanya tertawa kecil “Iya-iya, aku ngerti kok, tadi Cuma bercanda”
Esokpun tiba, keluarga ku beserta saudara-saudara Ayahku hendak bersiap-siap menuju salah satu pantai yang menjadi tempat wisata terkenal, semua orang begitu ceria ketika hendak berangkat, terkecuali aku.
“Ibu, nana gak ikut ke pantai ya” bujuk ku ke Ibu. Ibu merunduk sambil menyamai tinggi nya dengan ku “Kenapa? Kamu sakit?” Aku menggelengkan kepala “Lalu?” Aku hanya terdiam tak berani bicara.
Keputusan yang berat, akhirnya aku memberanikan diri untuk ikut ke pantai, baru saja turun dari mobil, angin yang lembut menyentuh kulitku, pemandangan yang begitu indah di suguhkan tepat dimataku, perasaan bahagia menyelimuti hatiku, rasanya aku begitu senang sampai tak bisa berkata-kata. Begitu indahnya ciptaan Tuhan.
“Ada yang mau snorkeling gak? Paman udah bawain pelampung dan alat snorkelingnya nih” tanya Paman sembari menunjukkan alat snorkeling , aku tak menggubris pertanyaan paman dan masih terpaku dengan keindahan pantai ini.
“Ayah, Yana mau” Aku pun menoleh ke sumber suara, aku melihat seorang Yana yang kini sedang jingkrak kesenangan, yana menoleh ke arah ku “Nana, ayo kita snorkeling” ajak Yana
Dengan cepat aku langsung menggelengkan kepala “Enggak deh Yan, aku main istana pasir aja, kayaknya lebih seru” aku mendengar teriakan ceria dari arah pantai, banyak anak-anak yang bermain disana, mereka terlihat begitu bahagia, keinginan untuk bermain air pun muncul, tetapi rasa takut ku terhadap hewan mamalia itu kembali muncul.
Aku memberanikan diri untuk bertanya ke yana “Yana, apa di pantai ini ada paus?” tanpa babibu yana membalas pertanyaan ku dengan tawa yang begitu keras “Ya ampun nana, mana ada paus di sini, lagian ya kita kan main airnya di daerah yang dangkal, jadi kamu gak usah takut”.
Baiklah, aku akan memberanikan diriku, ini hanya air di daerah dangkal, sedangkan paus tidak mungkin ada di daerah dangkal. Ayah, Paman, Yana, Kak Salsa, dan aku sudah siap dengan alat snorkeling sekaligus pelampung, saatnya untuk berenang.
Ternyata snorkeling begitu menyenangkan dan aku bisa melihat terumbu- terumbu karang yang begitu indah serta ikan-ikan yang berwarna-warni. Terbuai dengan ke indahan laut, aku menyapu air dan berenang terus dan menerus, tanpa mengerahui bahwa aku sudah jauh dari daerah laut dangkal, penglihatan ku semakin gelap, tiba-tiba gerakan air laut terasa aneh. Jantungku berdebar cukup kencang. Aku pun mengeluarkan kepala ku dari air dan yang benar saja, aku kini benar-benar jauh dari daratan. Semua orang sibuk dengan kesenangan mereka masing-masing. Ibu yang kini sedang berbincang-bincang dengan Bibiku; Ayah yang pada saat itu masih melakukan snorkeling, begitu juga dengan kak Salsa, Yana dan Paman. Aku mencoba meminta tolong, tetapi ombak dengan cepat menelan ku, aku hanya menutup mata, tak berani untuk membuka mata.
Aku berfikir, mungkin ini lah akhir hidupku, tenggelam di tengah laut dengan keadaan yang menyedihkan. Alat snorkeling dan pelampung yang ku gunakan sudah terlepas dari badan ku. Semakin jatuh ke dalam air. Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu di bawahku, aku tak berani membuka mata, karna akan membuat mata ku pedih.
Kali ini aku benar-benar pasrah dan tak berapa lama setelah itu aku dapat menghirup udara dengan bebas “Aku tidak jadi mati” ucapku dalam batin sembari membuka mata. Aku melihat semua orang sudah berjejer di tepi pantai dan meneriaki ku dengan tatapan kaget.
Aku melambaikan tangan kegirangan karna aku bisa selamat. Ketika hendak berterima kasih kepada orang yang menyelamatkanku, betapa kagetnya aku bahwa bukan oranglah yang menolongku, tetapi sosok makhluk berbadan besar berwarna hitam putih yang tak lain adalah seekor paus. Kakiku lemas, badan ku menggigil, paus itu masih terdiam di tempat.
Rasanya aku ingin terjun dari sana, tetatpi kaki ku beku. Paus itu tiba-tiba bergerak, berenang menuju arah daratan, kemudian paus itu kembali berhenti tepat beberapa meter dari daratan. Tanpa basa-basi aku melompat dan berusaha berenang.
Ayah dan beberapa petugas pada saat itu langsung menyusul ke arah ku dan membantu untuk sampai ke daratan. Semua keluarga ku langsung memeluk sambil menangis dan meminta maaf. Aku masih terdiam tak menggubris ucapan mereka.
“Shurshhhhhhh” terdengar bunyi semburan air yang begitu kuat. Perhatian orang langsung menuju ke arah sumber suara. Aku berjalan menuju bibir pantai dan berteriak dengan kencang
“Terima kasih paus!!!”
Aku sangat bersyukur karna Tuhan telah menolong ku melalui paus yang tak lain juga ciptaannya. Kini semua ketakutan ku hilang terhadap seekor paus.
Penulis: Aqila Raihana Putri S. (Siswa kelas IX dari SMPIT Bunayya Pekanbaru)
0 Komentar